Android

Kenapa Tensor G3 Pixel lebih lemot daripada Snapdragon 888 di AI task?

Fakta yang mungkin mengejutkan: dalam beberapa pengujian kecerdasan buatan, sebuah prosesor flagship dari tahun 2021 bisa mengungguli chipset AI mutakhir yang dirilis dua tahun kemudian. Ini memicu pertanyaan besar di kalangan pengguna teknologi.

Mengapa hal ini bisa terjadi pada lini produk Google Pixel terbaru? Tensor G3 hadir dengan janji kehebatan dalam tugas-tugas AI. Namun, perbandingan dengan Snapdragon 888 yang lebih tua justru menunjukkan hasil yang tak terduga.

Klaim pemasaran seringkali terdengar menggoda. Realita di lapangan, berdasarkan berbagai tes, ternyata berbeda. Artikel ini hadir untuk mengupas tuntas rasa penasaran tersebut.

Kami akan menyelami fakta di balik spesifikasi teknis kedua chipset ini. Analisis kami berdasar pada data benchmark dan ulasan mendalam. Tujuannya adalah memberikan pencerahan untuk Anda.

Poin-Poin Penting

  • Chipset Tensor G3 diklaim sebagai jantung AI untuk seri Pixel 8.
  • Snapdragon 888 adalah prosesor flagship Qualcomm dari generasi sebelumnya.
  • Beberapa hasil pengujian menunjukkan kinerja yang tidak sesuai ekspektasi.
  • Artikel akan menganalisis penyebab dari gap performa tersebut.
  • Pembahasan dilakukan dengan melihat arsitektur dan data teknis.
  • Bahasa yang digunakan dibuat mudah dipahami untuk semua kalangan.
  • Analisis ini berguna bagi yang sedang mempertimbangkan membeli smartphone flagship.

Mari kita telusuri bersama, dimulai dari pengenalan kedua prosesor ini, menuju bukti pengujian, dan analisa penyebabnya. Dengan begitu, Anda bisa membuat keputusan yang lebih informatif.

Mengenal Google Tensor G3: Chipset Andalan Pixel 8 dengan Janji AI Terdepan

Di jantung smartphone Pixel 8 series, berdetak sebuah prosesor yang dirancang khusus untuk kecerdasan buatan. Chipset ini adalah evolusi ketiga dari lini silicon besutan perusahaan teknologi raksasa. Ia hadir dengan janji untuk mengubah cara perangkat memahami dan berinteraksi dengan pengguna.

Peluncurannya disambut dengan ekspektasi tinggi. Sebab, ia menjadi tulang punggung untuk semua fitur pintar yang diiklankan. Mari kita selami spesifikasi dan kemampuannya lebih dalam.

Spesifikasi Inti dan Peningkatan dari Generasi Sebelumnya

Konfigurasi inti prosesor ini terbilang unik di pasaran. Ia mengusung sembilan inti pemrosesan, atau yang dikenal dengan sebutan 9-core. Kebanyakan pesaingnya hanya menggunakan konfigurasi octa-core dengan delapan inti.

Sembilan inti tersebut terbagi dalam tiga kluster untuk efisiensi daya. Satu inti performa utama Cortex-X3 berkecepatan hingga 2.91GHz menangani tugas berat. Empat inti performa tinggi Cortex-A715 (2.37GHz) dan empat inti efisiensi Cortex-A510 (1.7GHz) menyelesaikan pekerjaan sehari-hari.

Dari sisi fabrikasi, chip ini dibangun dengan proses 4nm dari Samsung. Untuk urusan grafis, ia didukung oleh GPU Mali-G715 dengan tujuh inti. Fondasi hardware ini dirancang untuk menyeimbangkan kecepatan dan konsumsi daya.

Peningkatan sangat terasa bila dibandingkan dengan pendahulunya, Tensor G2. Upgrade terjadi pada arsitektur inti, node fabrikasi yang lebih baru, dan kemampuan GPU. Perubahan ini diharapkan membawa lompatan kinerja yang nyata.

Fitur AI Unggulan yang Diandalkan Google

Kekuatan sebenarnya dari silicon ini terletak pada fitur kecerdasan buatannya. Banyak fungsi cerdas di perangkat Pixel mengandalkan kemampuan pemrosesan lokalnya. Hal ini menjanjikan kecepatan respons dan privasi data yang lebih baik.

Fitur seperti Magic Eraser memungkinkan penghapusan objek yang tidak diinginkan dari foto. Best Take secara otomatis memilih ekspresi terbaik dari beberapa foto grup. Audio Magic Eraser dapat mengurangi kebisingan latar belakang dalam rekaman video.

Kemampuan pemahaman bahasa alami juga ditingkatkan. Asisten digital menjadi lebih responsif dan kontekstual. Fitur seperti meringkas halaman web dan Real Tone yang lebih akurat turut hadir.

Dengan segala spesifikasi dan janji fitur ini, chipset ini diposisikan sebagai penantang serius. Targetnya adalah pasar flagship yang kini sangat fokus pada pengalaman berbasis kecerdasan buatan.

Menguji Klaim Google Tensor G3 AI Performance

Sebelum melihat angka benchmark, penting untuk memahami medan pertempuran yang sebenarnya: apa itu tugas AI?

Klaim “AI Terdepan” perlu dibuktikan di lapangan. Bagaimana caranya? Kita harus menguji tidak hanya fiturnya, tetapi kecepatan dan konsistensinya.

AI Task: Definisi dan Kompleksitasnya

Tugas kecerdasan buatan di ponsel pintar sangat beragam. Ia mencakup pengolahan foto seperti mode HDR dan malam.

Fitur pengenalan suara untuk asisten digital juga termasuk. Terjemahan real-time dan editor foto generatif adalah contoh lain.

Aktivitas ini sangat kompleks. Mereka membutuhkan kekuatan komputasi dari berbagai unit.

CPU dan GPU berperan, tetapi beban utama seringkali pada unit khusus. Tensor Processing Unit (TPU) atau Neural Engine didedikasikan untuk ini.

Kecepatan pemrosesan lokal adalah kunci. Efisiensi daya juga penting agar perangkat tidak cepat panas.

Konsistensi kinerja dalam jangka waktu lama menjadi penilaian krusial. Klaim hebat harus bertahan dalam uji ketahanan.

Posisi Tensor G3 di Peta Persaingan Chipset Flagship

Lantas, di mana posisi chipset andalan Pixel 8 ini? Mari kita lihat dalam peta global.

Prosesor ini bersaing dengan keluarga Snapdragon 8 Gen series dari Qualcomm. Ia juga berhadapan dengan lini Dimensity 9000 dari MediaTek.

Data dari berbagai sumber memberikan gambaran menarik. Kinerja silicon besutan raksasa teknologi ini sering disetarakan dengan Snapdragon 8 Gen 1.

Chip Qualcomm itu dirilis pada akhir 2021. Sementara pesaing sezaman, Snapdragon 8 Gen 2, seringkali berada di posisi lebih unggul.

Beberapa analis menyebut prosesor ini mungkin lebih sebanding dengan MediaTek Dimensity 9200. Namun, timing rilisnya terasa seperti setengah langkah di belakang.

Siklus rilis produk ini tidak selalu sejalan dengan ritme pasar. Hal ini membuat perbandingan langsung menjadi kurang tepat.

Strateginya pun berbeda. Chipset ini berfokus sebagai spesialis kecerdasan buatan. Pesaing utamanya berusaha menjadi jagawan serba bisa.

Dukungan framework dan optimisasi perangkat lunak juga faktor. Ekosistem Qualcomm mungkin masih unggul karena diadopsi lebih luas.

Pemahaman ini menyiapkan kita untuk bagian berikutnya. Di sana, angka-angka benchmark konkret akan berbicara lebih lantang.

Bukti Nyata: Benchmark dan Hasil Tes Performa Tensor G3 vs Snapdragon 888

A dynamic illustration showcasing the benchmark results comparing the Tensor G3 and Snapdragon 888. In the foreground, a sleek, modern laptop displays a graph with performance metrics, vibrant colors highlighting the differences in AI task efficiency. In the middle, two side-by-side smartphones, one branded with Tensor G3 and the other with Snapdragon 888, sit on a minimalist desk. The background features a high-tech office setting, with soft blue accent lighting and futuristic decor, evoking a sense of innovation and technology. The overall mood is analytical and insightful, capturing the essence of performance evaluation in the tech industry. Focus on clarity and detail in the graph and devices, with a slightly blurred depth effect to emphasize the central subjects.

Layar uji laboratorium menjadi saksi bisu untuk mengukur kekuatan sebenarnya dari kedua chipset ini. Janji pemasaran harus menghadapi realitas angka.

Bagian ini akan memaparkan data mentah dari berbagai pengujian. Kita akan lihat langsung kinerja silicon besutan raksasa teknologi pada Pixel 8 Pro.

Perbandingan dilakukan dengan Snapdragon 8 Gen 1 sebagai penerus langsung Snapdragon 888. Dengan begitu, kita dapat melihat selisih yang ada.

Hasil Tes CPU: Geekbench dan AnTuTu

Pengujian komputasi umum memberikan gambaran awal. Mari kita lihat angka dari Geekbench 6 dan AnTuTu v10.

Pada perangkat Pixel 8 Pro, chipset Tensor G3 mencetak skor menarik. Untuk single-core, angkanya sekitar 1771 poin.

Skor multi-core-nya mencapai kurang lebih 4429. Ini menunjukkan kemampuan menangani banyak tugas sekaligus.

Dalam agregat benchmark AnTuTu v10, total score yang dicapai adalah sekitar 1.021.731. Angka ini menjadi patokan.

Bagaimana dengan pesaingnya? Snapdragon 8 Gen 1 mencatatkan skor AnTuTu lebih tinggi, yakni ~1.154.450.

Di Geekbench 6, Snapdragon 8 Gen 1 mendapat 1663 (single-core) dan 4020 (multi-core). Comparison ini menarik.

Dari data ini, terlihat chipset besutan Google unggul di tes single dan multi core Geekbench. Namun, di tes agregat AnTuTu, ia tertinggal.

AnTuTu menguji lebih banyak aspek seperti memori dan UX. Di sinilah perbedaan mungkin mulai terlihat.

Tes GPU dan Kemampuan Grafis

Kekuatan rendering grafis diuji dengan 3DMark Wild Life Extreme. Tes ini mensimulasikan beban game berat.

GPU Mali-G715 pada prosesor flagship tersebut mencatat skor yang cukup mengejutkan. Angkanya hanya 2396.

Yang lebih memprihatinkan adalah tingkat stabilitasnya. Setelah melalui stress test, stabilitasnya hanya 66.2%.

Artinya, performance grafis turun signifikan di bawah tekanan. Suhu perangkat juga melonjak hingga 43.8°C.

Sebagai pembanding, Snapdragon 888 dilengkapi GPU Adreno 660. GPU dari Qualcomm ini dikenal sangat efisien.

Dalam berbagai ulasan, Adreno 660 sering menunjukkan stabilitas yang lebih baik. Hal ini penting untuk gaming lama.

Rendahnya skor dan stabilitas GPU ini bisa mempengaruhi pengalaman. Baik itu untuk game atau aplikasi editing video.

Uji Thermal dan CPU Throttling yang Mengkhawatirkan

Inilah bagian paling krusial dari semua tests ini. Konsistensi kinerja dalam jangka panjang.

Sebuah pengujian CPU Throttling Test dilakukan selama 15 menit. Hasilnya cukup mencengangkan.

Chipset andalan Pixel 8 mengalami penurunan kinerja atau throttling hingga 60%. Itu dari performa puncaknya.

Kenaikan suhu yang cepat, seperti terlihat di tes GPU, adalah penyebab utamanya. Sistem mendinginkan diri dengan mengurangi kecepatan cores.

Ini menjelaskan mengapa skor stabilitas pada tes grafis sangat rendah. Thermal management menjadi tantangan besar.

Faktor lain yang turut mempengaruhi adalah teknologi penyimpanan. Pixel 8 series masih menggunakan UFS 3.1.

Standar UFS 4.0 yang lebih cepat dan hemat daya belum diadopsi. Kecepatan baca/tulis data pun bisa lebih lambat.

Di sisi lain, modem 5G Exynos 5300 yang tertanam menunjukkan hasil baik. Dalam pengujian cepat, tidak ada pemanasan berlebih.

Namun, masalah thermal throttling pada komponen utama tetap menjadi titik lemah. Snapdragon 8 Gen 1 dan 888 dikenal lebih tahan banting dalam hal ini.

Data-data ini secara kolektif menunjukkan sebuah pola. Ada gap dalam konsistensi dan ketahanan thermal antara kedua platform.

Klaim kehebatan harus bisa dipertahankan, bukan hanya di detik-detik pertama.

Mengapa Bisa Terjadi? Analisis Penyebab Performa AI yang Tertinggal

A close-up view of a thermal throttling chipset, showcasing intricate circuit patterns and heat dissipation elements. The foreground features a detailed, shiny chipset with visible heat sinks and thermal paste, reflecting a gradient of colors from blue to red indicating temperature variations. In the middle ground, include a subtle representation of digital data and AI processing symbols, hinting at performance metrics related to AI tasks. The background should be a soft-focus of a modern tech workspace, illuminated with cool, fluorescent lighting to create a clinical, high-tech atmosphere. Capture the scene from a slightly elevated angle, emphasizing the chipset while maintaining a sense of depth, evoking a mood of analytical scrutiny and technological precision.

Fenomena ketertinggalan ini bukanlah kebetulan, melainkan hasil dari serangkaian pilihan desain. Setelah melihat bukti nyata, mari kita telusuri akar penyebabnya.

Analisis ini akan menjawab mengapa konsistensi kinerja bisa berbeda. Khususnya pada tugas-tugas komputasi berat yang berkelanjutan.

Arsitektur CPU dan Strategi “Underclock”

Chipset andalan seri Pixel 8 Pro memang memiliki inti Cortex-X3 yang berpotensi sangat cepat. Namun, kecepatan clock-nya sengaja dibatasi hingga 2.91GHz.

Strategi ini diduga kuat dilakukan untuk mengontrol suhu dan konsumsi daya. Tujuannya adalah menyeimbangkan antara kecepatan puncak dan daya tahan baterai.

Ini adalah trade-off yang disengaja. Hasilnya, kecepatan komputasi mentah (raw CPU power) mungkin tidak seagresif pesaingnya.

Masalah Efisiensi dan Thermal Throttling yang Cepat

Pilihan fabrikasi juga berperan besar. Silicon ini dibangun dengan proses 4nm dari Samsung Foundry.

Secara historis, node ini diketahui kurang efisien dalam hal daya dan panas. Dibandingkan dengan fabrikasi 4nm dari TSMC yang digunakan pesaing.

Masalah efisiensi ini berujung pada fenomena yang terlihat di benchmark. Thermal throttling terjadi sangat cepat.

Chip terpaksa mengurangi kecepatan core-nya untuk mendinginkan diri. Desain thermal pada bodi perangkat juga turut mempengaruhi kemampuan pembuangan panas.

Kombinasi ini menjelaskan mengapa skor stabilitas dalam berbagai tests bisa rendah. Konsistensi jangka panjang menjadi taruhannya.

Fokus Desain yang Berbeda: AI Specialist vs All-Rounder

Filosofi dasar kedua platform ini memang berbeda. Chipset besutan raksasa teknologi didesain sebagai spesialis AI.

Ia mengandalkan TPU kustom (Rio) dan DSP kustom (Callisto) untuk kamera. Unit ini dioptimalkan untuk tugas spesifik seperti pemrosesan gambar dan suara.

Sebaliknya, Snapdragon 8 Gen 1 dirancang sebagai platform serba bisa. Ia mengejar performance tinggi yang seimbang di CPU, GPU, AI, dan konektivitas.

Dukungan driver dan optimisasi dari pengembang juga lebih luas. Perbedaan fokus ini menghasilkan kekuatan di area yang tidak sama.

Aspek Desain Tensor G3 (AI Specialist) Snapdragon 888/8 Gen 1 (All-Rounder)
Fokus Utama Optimasi mendalam untuk workload AI tertentu (e.g., Magic Eraser, Best Take) Kinerja puncak yang kuat dan seimbang di semua aspek komputasi
Kekuatan Efisiensi & kecepatan pada tugas AI yang dioptimalkan Google Kemampuan komputasi mentah (raw power) dan konsistensi dalam berbagai beban kerja
Potensi Kelemahan Mungkin kurang tangguh di tugas komputasi umum atau AI generik pada framework lain Optimasi untuk fitur AI spesifik mungkin tidak se-dalam milik Google
Dukungan Ekosistem Terbaik di dalam lingkungan produk Pixel Lebih luas, didukung banyak merek dan pengembang aplikasi

Comparison tabel di atas memperjelas perbedaan filosofinya. Chipset untuk Pixel Pro unggul di area khususnya.

Namun, untuk tugas berat yang berkelanjutan dan beragam, pendekatan all-rounder seringkali lebih tahan banting. Trade-off antara efisiensi thermal, daya tahan baterai, dan kecepatan puncak tampaknya lebih condong ke dua hal pertama.

Inilah yang menjelaskan mengapa dalam tests berkelanjutan, hasilnya bisa terlihat berbeda. Prioritas desainnya memang tidak sepenuhnya sama.

Kesimpulan: Tensor G3, Chipset dengan Prioritas yang Jelas

Pada akhirnya, pilihan chipset selalu tentang kompromi dan prioritas yang diambil oleh pembuatnya.

Silicon besutan ini tidak dirancang untuk menjadi juara angka uji mentah. Fokusnya adalah pada efisiensi dan pengalaman kecerdasan buatan yang terintegrasi sempurna.

Pilihan ini membawa konsekuensi. Dalam tugas berat yang berkelanjutan, konsistensi bisa lebih rendah dibanding platform serba bisa seperti Snapdragon.

Namun, keunggulannya nyata di bidang yang menjadi prioritas. Fitur eksklusif seperti penghapus objek foto dan pengolah suara berjalan sangat baik di ekosistem Google Pixel.

Dukungan update perangkat lunak jangka panjang untuk Pixel 8 series juga menjadi nilai tambah besar. Bagi pengguna yang mengutamakan fitur AI khusus dan kamera komputasional, Pixel Pro dengan chip ini tetap menarik.

Pilihan terbaik bergantung pada kebutuhan Anda sendiri. Apakah Anda lebih menghargai fitur pintar yang mulus atau kekuatan komputasi puncak untuk segala tugas?

➡️ Baca Juga: Review Galaxy A07: Spek Rasa 2 Jutaan, Harga 1.3 Juta

➡️ Baca Juga: Jalan Panjang Menuju Champions: Bagaimana Tim Indonesia Bisa Kualifikasi ke Turnamen VALORANT Tier 1

Related Articles

Back to top button